Wednesday, September 26, 2007

Pohon

(untuk seorang adik sepupu dan diri saya sendiri)

Satu dua tahun lalu, di (apalagi kalau bukan) TV, sebuah acara talkshow impor, tayang dengan topik relasi antara public figure dengan orang tua mereka yang single parent. Salah seorang ibu dari artis berkulit hitam amerika ditanya mengenai perjuangannya sebagai single parent membesarkan artis tersebut. Kutipannya sangat menyentuh tapi tidak membuat saya larut malahan curiga script telah diatur sedemikian rupa oleh sutradara kelas opera sabun.

"Sejak kecil saya menyusun harapan dalam bola-bola kristal yang saya gantung satu demi satu pada pohon natal hidup saya. Saya tak pernah berhenti begitu antusias membayangkan saya tumbuh dewasa dan memandangi bola-bola itu bersinar terang satu demi satu sampai ke puncaknya. Sesuatu terjadi, saya tak tahu ada dimana. Saya hanya bisa memandangi bola-bola kristal itu jatuh dan pecah satu demi satu. Sampai akhirnya saya berpaling dan mendapati anak gadis saya tengah menyusun bola-bola kristal harapannya pada pohon natal kecilnya sendiri. Saat itu saya sadar bahwa hidup saya hanya untuk anak gadis saya, membantunya menggantungkan bola-bola kristal harapannya pada pohon natalnya sendiri."
(lalu kamera menyorot penonton yang tampak terpukau berkaca-kaca mendengar pengandaian ibu artis tadi, tak lupa diiringi tepuk tangan meriah)

Rasanya ibu artis tadi benar, waktu tanpa sadar menggeser kita untuk bersiap menjadi pohon besar yang diceritakan adik sepupu saya pada halaman persembahan buku skripsinya yang entah kenapa tersimpan di kamar tidur tamu. Saya mencuri baca untuk menunggu kantuk. Dari tebal skripsi tadi, hanya halaman persembahannya yang berkesan dan tetap saya ingat. Kita sudah mulai menjadi pohon itu ya dik?

(banyak bersyukur ya dik, saya belum habis heran mengapa dengan skripsi seperti itu kok kamu bisa lulus)
*gambar diambil dan dirubah, tentunya tanpa ijin, dari sini

Saturday, September 22, 2007

Eplay

Ada kaedah-kaedah kontemporer baru dalam sistem tata sumber daya manusia, salah satunya cara telaah sebuah surat lamaran kerja. Bagi pelamar kerja, surat lamaran yang memenuhi kaedah-kaedah ini bertujuan supaya pembaca surat lamaran akan tertarik dan yakin terhadap motivasi anda melamar sebuah bidang pekerjaan.

Singkat kata, sebaiknya surat lamaran kerja mencantumkan hal-hal berikut,

1. Latar belakang, menjelaskan mengapa anda melamar pekerjaan tersebut. Usahakan bahwa anda tampak memiliki keterkaitan dengan lowongan kerja yang anda lamar. Apapun kaitan tersebut.

2. Tujuan, menjelaskan apa yang akan anda kerjakan secara umum apabila diterima mengisi sebuah lowongan pekerjaan. Ungkapkan secara singkat tanpa berkesan sok tahu.

3. Perkenalan, menegaskan bahwa anda cocok mengisi lowongan pekerjaan tersebut. Ceritakan siapa anda secara singkat tapi padat.

4. Ungkapan terima kasih dengan disertai harapan untuk dapat mengikuti proses recruitment berikutnya dengan cara yang elegan, tidak mengemis. Yakinkan bahwa kehadiran anda akan memberikan sesuatu bagi perusahaan yang membuka lowongan kerja.

Berikut contoh surat lamaran kerja yang dikirimkan kepada sebuah perusahaan (penjualan) sepeda motor merk terkenal yang dibuat menggunakan kaedah-kaedah tersebut;

***************************

Dear Sir/Madam,

I believe Xxxxxx Xxxxxxxx bikes are one among best things human kind ever design and create.

In the contrary, i hate those bike's riders, especially here in Indonesia. I believe that they are people with too much money but lack of identities. I hate their arrogance and how they thought about owning every inch of the road everytime they ride their 'identities'.

So... robbing them for company benefit and profit, will be so much fun!

Highly motivated by reason i explained above, iam applying for 'Store Manager' or 'Marketing Manager' opening at your company as advertised in Xxxxx's website. Both jobs fit me best, i am an entrepreneur with creative education background. Detailed experience can be viewed on attached CV.

Thankyou and looking forward to meet you and talk about how we can gain more sales and profit side by side with the company in 'so much fun' methods.

Yours sincerely,
Abi Hartomo,

***************************

Ternyata HRD perusahaan tersebut masih cukup sehat untuk tidak memanggil saya wawancara. Kaedah penulisan surat lamaran kerja kontemporer tersebut sebaiknya tidak anda ikuti. Selamat berburu lowongan kerja, semoga sukses.

Friday, September 14, 2007

Konon 'Welcome Drink'

Konon, Tuhan bekerja dengan cara yang misterius. Menurut saya tidak, Tuhan bekerja dengan humoris. Seindah apapun perayaannya atau sepedih apapun tragedinya, semua milik_Nya. Seperti berteka-teki; kompor apa yang malamnya ditaruh di atas pohon? jawabannya adalah "kompor gua". Mau gua taruh mana kek, toh kompor gua ini, gimana gua dong!

OK, kondisinya sebagai berikut; Cadangan moneter likuid lebih kurang dua bulan biaya rumah tangga, belum termasuk pengeluaran jelang lebaran. Tagihan ke pelanggan yang likuid kira-kira dua bulan biaya rumah tangga. Tagihan ke pelanggan yang macet kira-kira enam bulan biaya rumah tangga. Tagihan kartu kredit kira-kira satu bulan biaya rumah tangga. Hutang bahan baku ke supplier kira-kira satu bulan biaya rumah tangga. Bulan depan sudah ditunggu tagihan premi asuransi dan pajak kendaraan tahunan kira-kira satu setengah bulan biaya rumah tangga. Shortly, its a $h|t!

Hari ini, hari pertama puasa. Cek saldo rekening. Lumayan! ada transfer masuk. Dari salah satu pelanggan. Catat dan bawa pulang untuk sesuaikan dengan pencatatan internal. Ada yang aneh, setelah disesuaikan dengan invoice-invoice yang sudah jatuh tempo, ada yang tidak cocok. Setelah diputar-putar dapatlah sebabnya. Ada sebuah invoice salah yang sudah terbit revisinya ikut terbayar oleh pelanggan. Angkanya lumayan, setengah biaya bulanan rumah tangga.

Godaan yang menarik. Untuk sebuah perusahaan besar, pelanggan tersebut memiliki sistem finansial yang rapi, mulai dari purchasing, receiving, hingga accounting yang saling terkait. Adalah sangat aneh apabila sebuah invoice serta revisinya bisa terbayarkan dua kali. Kalaupun terjadi, pasti sudah 'internally legal' tidak akan ketahuan. Segera terpikir bahwa inilah godaan awal, 'welcome drink' bulan puasa. Tinggal kembalikan. Mudah?. Ternyata tidak juga.

Saya teringat bahwa godaan itu bertingkat-tingkat. Konon lagi, lolos yang mudah akan datang yang lebih sulit. Walah!! Andaikata saya dianggap_Nya lolos godaan ini, bagaimana bila datang godaan lain yang lebih irresistable? Bagus bila godaan, bagaimana bila yang datang wujudnya cobaan yang kurang enak? sanggupkah saya? OK ternyata timbul pilihan lain, tidak usah lolos sehingga tidak perlu ada godaan atau cobaan yang lebih berat.

Dislexmastix kalau menurut tetangga saya. Tuhan memang humoris, jauh lebih menyenangkan daripada Tuhan yang gemar menghukum seperti di sinetron-sinetron (konon) agamis itu.

Selamat berpuasa bagi yang menjalankan.

Tuesday, September 11, 2007

Ha E Te

Saya baru tahu mungkin juga anda. Jarang beli obat jadi dengan resep dokter di apotek dengan diberikan dusnya. Baru belakangan saya tahu bahwa di dus-dus obat sekarang tercantum H.E.T, Harga Eceran Tertinggi.

Saya tidak tahu pasti apa yang menyebabkan satu obat dijual dengan harga HET atau di bawahnya. Yang jelas setelah berkutat dengan belanja obat untuk rumah tangga, survey satu apotik dengan apotik lain, dibanding HET, umumnya apotik-apotik menjual di bawah HET.
Ada juga yang ternyata (setelah saya tahu) juga menjual di atas HET. Pantas banyak apotik yang menjual obat resep tanpa dus atau leaflet penggunaan. Bila diminta, alasannya karena khawatir ada perbedaan dosis dan rentang pemakaian atas anjuran dokter dengan yang tercantum di kemasan obat. Lagi-lagi saya tidak mengetahui benar tidaknya.


Yang pasti saya jadi makin mudah untuk tahu mana apotik mahal dan mana apotik murah. Sekaligus membandingkan diskon-diskonnya. Apotik bisa dikatagorikan murah, apabila harga jual mencapai 70-75% dari HET, sementara anda cukup beruntung bila mendapatkan yang menjual 80-85% dari HET. Biasa saja apabila menjual 90% HET. Mahal bila menjual 100% HET dan keterlaluan bila di atas HET.
Untuk Bandung, sejauh saya mengsurvey berikut apotik-apotik yang bisa dikatagorikan murah tapi terpercaya kualitas obatnya (dan tentunya tidak takut dimintai dus obatnya)

- Apotik ABC, Jl.ABC
- Apotik Cibadak, Jl.Moh.Ramdhan
- Apotik Vita, Jl.Pasirkaliki
- Apotik Sederhana, Jl.Sederhana
- Apotik Bona, Jl Setiabudi

Ada apotik di belakang Pasar Baru, konon diskonnya lebih dari 30% saya belum menghitung pasti tapi saya hanya pernah 1 kali mencoba, antrinya sampai 2 jam.

Untuk obat racik, saya lebih percaya ke apotik-apotik lama. Seperti Apotik Surapati di Jl.Surapati, Apotik apa tuh di dekat (late) pom bensin Taman Pramuka dan Apotik Buah Batu. In my humble opinion, selain yang saya sebut di atas, apotik-apotik di daerah Bandung Utara harganya mahal banget termasuk si apotik BUMN itu.

Semoga kita semua senantiasa dikaruniai kesehatan tanpa perlu beli obat. (lha nanti lulusan farmasi kerja apa?)

nb: Untuk karyawan, saya biasa mengganti biaya pengobatan dengan meminta bon, keterangan serta kemasan obat. Karena banyak yang berobat di tempat pengobatan murah atau puskesmas di kampungnya, biasanya jadi tahu juga obat-obatan yang content dan fungsinya sama tapi dengan harga yang jauh lebih murah. Semisal obat tablet asma ternyata ada yang hanya dijual Rp.1.200/10 buah, sementara produk lain isi serupa harganya bisa sampai Rp.23.000/10 buah. Atau antibiotik untuk diare yang harganya hanya Rp.3.400/10 buah sementara ketika pernah berobat ke rumah sakit karena diare salah makan bubur ayam basi, antibiotik saya harganya hampir Rp.100.000/10buah. Sembuhnya sama saja dengan 1 setrip antibiotik tadi plus obat sumbat mencretnya.

Rasanya pemerintah kita sudah cukup akomodatif dalam penyediaan obat murah, hanya saja dalam praktek pemberian resep, distribusi dan penjualan lebih (diusahakan) didominasi obat bermerk yang mahal.

Saturday, September 01, 2007

Tanda Terima


Almarhum kakek saya adalah orang terkenal di jamannya, minimal untuk kelas kecamatan. Paklik saya malah pernah bilang bahwa beliau tenar hingga tingkat kabupaten. Kakek saya terkenal sebagai orang tergalak (se-kabupaten menurut paklik saya tadi). Beliau seorang guru. Dedikasinya pada pekerjaan begitu jelas sehingga predikat yang mungkin negatif tadi tidak pernah dipedulikannya.

Jargon pendidikan beliau yang pernah saya dengar ketika kecil tidak neko-neko. Tidak se'nggaya' "we are not the first, but we are the best" atau "pendidikan manusia madani something". Jargon beliau sederhana tapi tegas; "tidak ada orang bodoh, yang ada hanya orang malas". Ini yang membuat beliau lebih memerangi kemalasan daripada kebodohan. Tongkat rotan menjadi salah satu alat perangnya yang legendaris.

Orang-orang paruh baya yang usianya berkisar 50-60'an di kota kecil tempat kakek tinggal, masih mengingat beliau sampai hari ini. Pernah satu kali beberapa tahun lewat ketika jalan-jalan naik andong di kota tersebut, sang kusir yang paruh baya dengan lancar menceritakan kisahnya tentang kakek saya. "Kalau bukan karena pak Tri, saya tidak pernah bisa matematika". Ketika kakek wafat, begitu banyak orang mengantar beliau ke pemakaman. Jalur Jogja - Semarang macet di dekat rumah keluarga kami kala itu.

Secara materi kakek saya hampir tidak mendapat apapun dari pengabdiannya. Penghidupan keluarga diperoleh dari pertanian dan peternakan yang dikerjakan anak-anaknya di luar waktu sekolah. Termasuk ayah saya.

Saya sendiri tidak pernah mengalami sedikit sentuhan beliau. Bukan karena tak sempat, tapi memang karena saya anak pintar di waktu kecil. Membaca, menulis, dan berhitung bisa saya pelajari sendiri tanpa perlu diajari orang lain secara khusus. Walaupun hari ini manfaatnya kurang terasa tanpa koneksi.

Andaikata kakek saya masih hidup hari ini, pasti beliau tak akan berhenti gundah 'grundelan' tentang pendidi'an endonesa. Jargon pendidikan orde baru tentang 'tenaga siap pakai' dulu, beliau kritik habis-habisan. "Manusia kok direken robot?!". (Walaupun kemudian ayah saya menjadi salah satu pionir pendidikan yang melulu menciptakan tenaga kerja siap pakai).

Perilaku pendidik, khususnya di kota besar juga kian memprihatinkan. Sudah tidak berbeda dengan oknum-oknum lain. Cinta uang tapi benci tanda terima. Kebutuhan hidup yang tak diimbangi remunerasi layak menjadi alasan. Bapak-bapak dan ibu pendidik (yang masih merasa) terhormat dan termulia, kalau mau hidup enak dan kaya jadilah bankir atau pengusaha buku di toko buku bukan di kelas. Kalau mau dianggap pintar, mulia lalu juga kaya, jadilah dokter. Mau dihormati sekaligus ditakuti, merasa mulia lalu juga kaya, jadilah polisi atau tentara berpangkat perwira. Jangan jadi guru.

Siswa-siswa belia bahkan kini sudah mencaci. "...engkau patriot pahlawan bangsa....tanpa tanda terima..."

Sekolah (makin) membodohi.

*gambar dari 'amazonnya Indonesia'