Saturday, January 26, 2008

Game Watch Gemwot

Teman saya tumbuh dan bermain seharga Rp.15.000,- sampai Rp.25.000,-, pemerintah sempat melarangnya lalu harga dibanting Rp.5.000,- dan diserakkan dalam keranjang obral di Aldiron dan Sarinah Jaya Blok M. Ini yang sempat saya (dan kakak-kakak) miliki.







Yang paling akhir, "Chef", paling istimewa karena merupakan gemwot pertama yang hadir di rumah, kami empat bersaudara bergantian dan berebut bermain. Sebagai bungsu, tentunya saya yang paling cepat 'miss 3' lalu berpindah tangan. Definitely good old days.

Monday, January 14, 2008

Nostalgia Mi Baso Bakmi Yap Bandung

Di sebuah acara TV beberapa waktu lampau pada acara dokumenter tentang sejarah, pengantarnya bermonolog tentang mengapa kita (merasa) perlu mempelajari sejarah. Ternyata bukan seperti guru sejarah semasa SMP serta SMA pernah bilang yang tentunya mengutip tuntunan kurikulum kala itu. Kira-kira bunyinya, "mempelajari keberhasilan serta kegagalan di masa lalu untuk kemajuan masa kini dan masa depan". Sementara menurut monolog pengantar acara TV tersebut, sejarah dipelajari untuk mencari tahu siapa kita, dimana keberadaan kita, serta untuk menemukan apa yang selama ini kita ketahui hilang pada diri kita.

Pengantar tadi rasanya tepat. Ketika ramai posting 'Yamin Bandung' beberapa waktu lalu di milis JalanSutra, tiba-tiba disadarkan bahwa ada mata rantai yang hilang. Setiap posting dirunut satu per satu dan tetap tidak muncul. Agak panik setelah mencoba googling, ternyata tidak ada satu artikelpun di jagad raya web yang bercerita tentang yang satu ini. Akhirnya diputuskan untuk sedikit bernostalgia sekedar supaya kelak bila ada yang googling lagi, hasilnya tidak nihil.

Bandung pertengahan tahun 70'an sampai akhir 80'an, sedikit saja memiliki rumah makan chinese, utamanya menu bakmi-baso yang bisa dikunjungi dan tentunya dikonsumsi oleh mereka yang muslim. Pilihan kala itu tidak banyak, 'Toko You' di bilangan sayap jalan Dago dan 'Bakmi Yap' di jalan Aceh. Langganan keluarga kami kala itu adalah 'Yap'. Mengapa tidak 'You'? mungkin karena lebih 'raw'. Bakmi 'Toko You' walaupun enak, dirasa terlalu steril. Terlalu menak dan piyayi. Mungkin umpama Singapura atau Kopi Starbucks. Harga antara mereka juga tidak jauh, hanya saja untuk porsi, jatuh lebih besar di 'Yap'.

Produk utamanya tentu bakmi. Mulai mi kuah dan yamin, lalu bakmi goreng dan rebus. Mi, baso, baso tahu, somay, pangsit dan aksesori lainnya semuanya 'home made'. Mi-nya cenderung kenyal, mengeras apabila dingin. Itulah mengapa bila yaminnya dibungkus untuk disantap di rumah, cenderung kurang nikmat. Basonya istimewa, terasa benar dominasi daging terhadap adonan lain. 'Nyakrek', agak melawan tapi tidak keras. Bentuknya bundar gepeng, tidak bulat. Baso tahu dan somay yang untuk disantap dengan kuah, bukan dengan bumbu kacang, juga istimewa. Isinya kombinasi ayam dan udang. Rasanya selain enak juga ada rasa sedikit manis dari gurihnya ayam dan udang yang masih segar ketika diolah. Pangsitnya juga luar biasa, isinya masih kombinasi ayam dan udang. Boleh goreng atau rebus-putih, keduanya sama enak. Hanya kalah sedikit oleh pangsit goreng bakmi 'Gajah Mada' di Jakarta.

Favorit kami yang anak-anak dan remaja tentunya yamin. Manis ataupun asin. 'Topping'nya dari ayam yang bercampur bengkuang atau mungkin lobak. Dibumbui dengan rasa yang mirip isi bacang ayam, mungkin bumbu 'five spices'/'Ngo Hiong'. Sambal lampung pedas dan acar timun cabai rawit sudah siap menemani di meja. Favorit yang tua-tua biasanya bakmi goreng, kadang bakmi rebus. Cara masak yang tampaknya mematangkan kocokan telur terlebih dulu di penggorengan, menghasilkan gumpalan-gumpalan telur yang besar-besar dan gurih. Nikmat sekali 'mengutil' telur-telur tadi yang sudah tersentuh manisnya kecap serta bumbu-bumbu. Baso gepeng yang telah dipotong-potong, tampak menjadi serpihan-serpihan lonjong. Adalah biasa waktu itu apabila ada acara arisan, ulang tahun atau kumpul-kumpul, baik di rumah antar tetangga atau kawan sekolah, bakmi goreng 'Yap' selalu terhidang di meja. Jarang hanya satu piring besar, minimal ada dua piring besar berisi bakmi goreng itu yang terhidang.

Tidak hanya bakmi, makanan lain seperti capcay, fuyonghai, dan tumisan-tumisan sayur ala chinese cooking seperti kailan atau kangkung cha, juga tidak jarang kami pesan ketika mampir disana, walaupun hanya sebagai 'side dish' dengan bakmi sebagai menu utama. Tentunya apabila bakmi gorengnya nikmat, nasi gorengnya bisa dipastikan juga nikmat walaupun tidak ingat betul bagaimana rupa nasi gorengnya. Bistik sapinya yang pernah dipesan untuk dinikmati sendirian, serupa dengan bistik sapi istimewa di Restoran 'Kalimantan' di bilangan Cipanas-Puncak. Berisi daging sapi yang diiris, digoreng tepung, lalu disajikan dengan kuah kecap yang kental aroma mentega serta kecap inggrisnya. Aksesori standar; kentang goreng dari kentang kupas serta irisan wortel dan buncis.

Akhir 80'an memasuki 90'an, popularitasnya terus merosot dan makin menyepi. Malahan sudah kalah pamor dengan 'BMC' yang tepat berada di seberangnya. Mungkin akibat banyak persaingan, terutama dengan makin maraknya bakmi chinese yang mangkal kelas gerobak. Konon pula karena wafatnya pemilik pria yang lalu diteruskan oleh istrinya. Awal 90'an hanya menyisakan 3-4 meja bagian dalam saja yang terisi ketika jam makan, itupun biasanya diisi oleh mereka yang berseragam kantor pemda kotamadya yang terletak tidak jauh. Sisa keramaian dengan bukti alih fungsi teras depan yang diberi dinding semipermanen lalu diisi belasan set meja, sudah tidak pernah terisi. Pelayan pun tinggal 1-2 orang, tampaknya merangkap pembuat mi atau baso. Meracik dan kasir dirangkap oleh ibu pemilik. Sesekali anak lelaki atau perempuannya tampak membantu di kasir. Tak jarang seekor anjing collie besar yang tampak ramah, duduk di antara pintu servis dan kasir.

Sampai akhirnya mereka tutup pertengahan atau akhir 90'an. Lokasinya dijual dan sempat dijadikan kafe oleh pemilik baru. Obrolan terakhir dengan ibu pemilik menyatakan bahwa mereka akan buka kembali di bilangan Jl.Jakarta, tapi sampai hari ini kabarnya tidak pernah terdengar.
Barangkali ada yang punya kabar tentang Bakmi 'Yap'? Kalaupun tidak ada, mungkin berbagi sedikit cerita nostalgia kala lalu ini, cukup untuk pengobat rindu akan mi kenyal, kuah kaldu, baso gepeng, baso tahu-somay dan pangsit rebus yang rasanya masih bisa dibayangkan di ujung lidah sampai sekarang.

Belakangan setiap lewat lokasinya dulu, entah ketika mampir ke BMC atau warung masakan sunda dalam gang di seberangnya, seperti narator acara tv tadi bilang, memang terasa ada yang hilang seiring 'hilang'nya bakmi 'Yap'.

Monday, January 07, 2008

Oseng Lupa Diri

Walaupun penduduk negeri ini banyak yang gemar lupa, nyatanya tak banyak orang yang mudah untuk lupa. Melupakan sesuatu terkadang sama sulit seperti menghapus marker transparansi dengan menggunakan batang penghapus karet yang bila dipaksa malah menggerus kertas hingga koyak.

Cara lain untuk menghindar dari pikiran yang tidak diinginkan selain dengan lupa adalah dengan menutupnya dengan pemikiran lain. Cara ini efektif. Bencana ditutupi bencana. Tragedi ditutupi tragedi. Penderitaan ditutupi penderitaan lain. Di negeri dagelan ontran-ontran jauh lebih mudah. Bencana, tragedi dan penderitaan begitu mudah ditutupi oleh sekedar berita mereka yang sering mengisi layar kaca.

Ketika puluhan orang mati tertimpa bukit gundul yang kayunya tak pernah mereka nikmati atau ketika ribuan orang terusir oleh lumpur sebuah eksplorasi yang bila berhasilpun tak akan mereka nikmati atau ketika ratusan ribu orang tergenang luapan sungai-sungai, mudah tenggelam oleh berita artis tua 'out of date' yang tak mampu melepaskan diri dari amphetamin atau oleh berita perceraian artis dangdut yang sering sengaja memelorotkan kemben penutup payudara dengan seorang artis dangdut melankolis yang dari wajah kemayunya saja sudah tampak jelas homoseksualitasnya.

Bisnis 'melupakan' memang laku benar. Trend bisnis 2008 hingga tahun depan. Jual apapun yang sanggup membuat orang lupa, baik sejenak atau selamanya, dijamin laris manis tanjung kimpul. Mulai dari kartu remi, obat tidur, napza dan tali penggantung leher. Pupur bedak politik yang menghapus bopeng para tokoh akan mulai laku diburu tahun ini. Semua orang harus dibuat lupa.

Tak habis pikir mengapa makanan ini cukup punya banyak penggemar. Setelah mencicipi alasannya menjadi jelas. Siapa sanggup berpikir atau mengingat apapun ketika menikmati hidangan ini. Penderitaan lahir batin. Sekelas dengan ritual menyakiti diri di berbagai agama. Untuk kemudian merasa terbebas. Itulah takdir manusia, menciptakan sendiri masalah mereka untuk kemudian mencari pembebasannya. Makan yang pedas lalu apapun makanannya, minumnya tetap bayar.

Oseng mercon tidak terlalu istimewa selain pedasnya. Dagingnya pun tetelan, selain lemaknya, dagingnya hanya urat yang kurang sedap dikunyah. Kuahnya, lagi-lagi selain pedasnya, tak lebih dari tumisan bawang putih dan bawang merah, ditambah sedikit kecap dan bumbu penyedap. Bukan tidak enak. Jika berani mencoba, cobalah ketika pikiran sedang bergelayut masalah. Ketika menyantap lalu kira-kira 2-3 jam sesudahnya, semua masalah dan pikiran akan hilang. Bila beruntung macam saya, 3-4 hari sesudahnya dapat ekstra panas dalam dan sariawan serta sembelit yang cukup untuk membuat masalah baru. Lagi-lagi dunia sudah punya obatnya; larutan penyegar.

Hanya Rp.9.000,- termasuk nasi dan es teh manis seharga Rp.2.500,- harga yang murah untuk sejenak kita tinggalkan semua beban dunia.

Bakmi Jowo & Oseng Mercon 'Plengkung Gading', Jl.Kalimantan -samping kantor CPM-, Bandung.