Sunday, December 03, 2006

Morissey

Di sebuah majalah wanita bulanan yang saya baca beberapa waktu lalu ada sebuah artikel untuk para wanita karir mengenali karakter atasan mereka. Ada berbagai karakter, tetapi yang menarik adalah karakter demokratis otoriter. Mengapa menarik? karena karakter manusia inilah yang selama ini banyak ditemui, tidak melulu hanya pada golongan 'atasan' tapi juga golongan lainnya.

Otoriternya dulu, apa sih otoriter? mungkin dicontohkan dari dialog kawan saya Adi_Pentil apabila sedang jajan ke restoran atau warung makan;
Adi_Pentil : Mas saya minumnya es kopyor.
Pelayan : Maaf mas, tidak ada es kopyor, adanya es kelapa muda.
Adi_Pentil : Oh kalo gitu ya es kopyor saja.
Pelayan (tersenyum) : Tidak ada es kopyor mas.
Adi_Pentil : Iya, gak apa ganti saja dengan es kopyor.
Pelayan (mulai asem dan senyam senyum)
Adi_Pentil (serius) : Kenapa senyam senyum mas?

Lalu yang demokratis otoriter bagaimana? dialog atasan kita bisa jadi contoh;
Atasan : Tampaknya kita harus menaikkan harga jual BBM dalam negeri. Ada masukan ?
Bawahan I : Kenaikan harga BBM di masa sulit seperti ini akan menimbulkan keresahan rakyat.
Atasan : Masukan saudara betul. Untuk mengatasi keresahan rakyat, tampaknya kita harus menaikkan harga jual BBM dalam negeri.
Bawahan II : Daya beli masyarakat akan semakin turun bila harga jual BBM naik.
Atasan : Masukan saudara betul. Untuk mengatasi daya beli masyarakat yang semakin turun, tampaknya kita harus menaikkan harga jual BBM dalam negeri.
Bawahan III : Daya saing industri nasional pasti akan terganggu dengan naiknya harga jual BBM.
Atasan : Masukan saudara betul. Untuk mengatasi daya saing industri nasional yang terganggu, tampaknya kita harus menaikkan harga jual BBM dalam negeri.
Bawahan IV : Stabilitas nasional bisa terganggu dengan naiknya harga jual BBM, mahasiswa akan demo dimana-mana.
Atasan : Masukan saudara betul. Untuk mengatasi masalah stabilitas nasional dan demo mahasiswa, tampaknya kita harus menaikkan harga jual BBM dalam negeri.

Teringat lagi dialog khayal saya dengan seorang artis di (lagi-lagi) TV;
Artis : Apa yang saya lakukan itu seni !!
Saya : Kok saya ereksi? tapi bukan lihat anda, lihat yang model perempuannya.
Artis : Pikiran anda yang kotor !!
Saya : Pikiran saya normal ! bahkan penis saya juga normal ! perempuan cantik, tubuh mulus-proporsional, telanjang, ya jelas saja ereksi.
Artis : Sudut pandangnya harus dari kaca mata seni, bukan pornografi !
Saya : Maksudnya ?
Artis : Bedakan antara seni dan pornografi !
Saya : Jadi anda bilang antara seni dan pornografi itu berbeda ?
Artis : Jelas !
Saya : Menurut saya pornografi ya seni juga. Tapi berdosa.
Artis : Wah tidak bisa ! seni itu anti dosa !
Saya : Coba tonton BF selain produksi VIVID, try PRIVATE.
Artis : Itu betul-betul pornografi ! bukan seni ! itu dosa !
Saya : Jadi yang anda lakukan tidak berdosa ?
Artis : Hmm... nggak tau juga ya... TIDAK !! itu kan seni !

Untuk pak atasan, kenaikan BBM, artis pria telanjang (yang sama sekali tidak menimbulkan libido), dan tentunya kenikmatan dosa serta BF Private, saya lampirkan lirik lagu Morissey yang gay, "The more you ignore me The closer I get". Ternyata pas sekali untuk semua hal di atas.

" The more you ignore me
The closer I get
You’re wasting your time
The more you ignore me
The closer I get
You’re wasting your time

I will be
In the bar
With my head
On the bar
I am now
A central part
Of your mind’s landscape
Whether you care
Or do not
Yeah, I’ve made up your mind

The more you ignore me
The closer I get
You’re wasting your time
The more you ignore me
The closer I get
You’re wasting your time

Beware !
I bear more grudges
Than lonely high court judges
When you sleep
I will creep
Into your thoughts
Like a bad debt
That you can’t pay
Take the easy way
And give in
Yeah, and let me in
Oh, let me in
Oh let me ...
Oh, let me in
It’s war
It’s war
It’s war
It’s war
It’s war
War
War
War
War
Oh, let me in
Ah, the closer I get
Ah, you’re asking for it
Ah, the closer I get
Ooh, the closer I ... "

0 Comments:

Post a Comment

<< Home