Tuesday, September 11, 2007

Ha E Te

Saya baru tahu mungkin juga anda. Jarang beli obat jadi dengan resep dokter di apotek dengan diberikan dusnya. Baru belakangan saya tahu bahwa di dus-dus obat sekarang tercantum H.E.T, Harga Eceran Tertinggi.

Saya tidak tahu pasti apa yang menyebabkan satu obat dijual dengan harga HET atau di bawahnya. Yang jelas setelah berkutat dengan belanja obat untuk rumah tangga, survey satu apotik dengan apotik lain, dibanding HET, umumnya apotik-apotik menjual di bawah HET.
Ada juga yang ternyata (setelah saya tahu) juga menjual di atas HET. Pantas banyak apotik yang menjual obat resep tanpa dus atau leaflet penggunaan. Bila diminta, alasannya karena khawatir ada perbedaan dosis dan rentang pemakaian atas anjuran dokter dengan yang tercantum di kemasan obat. Lagi-lagi saya tidak mengetahui benar tidaknya.


Yang pasti saya jadi makin mudah untuk tahu mana apotik mahal dan mana apotik murah. Sekaligus membandingkan diskon-diskonnya. Apotik bisa dikatagorikan murah, apabila harga jual mencapai 70-75% dari HET, sementara anda cukup beruntung bila mendapatkan yang menjual 80-85% dari HET. Biasa saja apabila menjual 90% HET. Mahal bila menjual 100% HET dan keterlaluan bila di atas HET.
Untuk Bandung, sejauh saya mengsurvey berikut apotik-apotik yang bisa dikatagorikan murah tapi terpercaya kualitas obatnya (dan tentunya tidak takut dimintai dus obatnya)

- Apotik ABC, Jl.ABC
- Apotik Cibadak, Jl.Moh.Ramdhan
- Apotik Vita, Jl.Pasirkaliki
- Apotik Sederhana, Jl.Sederhana
- Apotik Bona, Jl Setiabudi

Ada apotik di belakang Pasar Baru, konon diskonnya lebih dari 30% saya belum menghitung pasti tapi saya hanya pernah 1 kali mencoba, antrinya sampai 2 jam.

Untuk obat racik, saya lebih percaya ke apotik-apotik lama. Seperti Apotik Surapati di Jl.Surapati, Apotik apa tuh di dekat (late) pom bensin Taman Pramuka dan Apotik Buah Batu. In my humble opinion, selain yang saya sebut di atas, apotik-apotik di daerah Bandung Utara harganya mahal banget termasuk si apotik BUMN itu.

Semoga kita semua senantiasa dikaruniai kesehatan tanpa perlu beli obat. (lha nanti lulusan farmasi kerja apa?)

nb: Untuk karyawan, saya biasa mengganti biaya pengobatan dengan meminta bon, keterangan serta kemasan obat. Karena banyak yang berobat di tempat pengobatan murah atau puskesmas di kampungnya, biasanya jadi tahu juga obat-obatan yang content dan fungsinya sama tapi dengan harga yang jauh lebih murah. Semisal obat tablet asma ternyata ada yang hanya dijual Rp.1.200/10 buah, sementara produk lain isi serupa harganya bisa sampai Rp.23.000/10 buah. Atau antibiotik untuk diare yang harganya hanya Rp.3.400/10 buah sementara ketika pernah berobat ke rumah sakit karena diare salah makan bubur ayam basi, antibiotik saya harganya hampir Rp.100.000/10buah. Sembuhnya sama saja dengan 1 setrip antibiotik tadi plus obat sumbat mencretnya.

Rasanya pemerintah kita sudah cukup akomodatif dalam penyediaan obat murah, hanya saja dalam praktek pemberian resep, distribusi dan penjualan lebih (diusahakan) didominasi obat bermerk yang mahal.

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Iya, gue paling sering ke BONA Farma Setiabudi. Memang lebih murah dari pada yang lainnya. Udah gitu deket rumah pula.
Pernah mengganti obat dari resep Puskesmas ke situ cuma Rp. 2700

11:17 PM  

Post a Comment

<< Home