Nostalgia Mi Baso Bakmi Yap Bandung
Pengantar tadi rasanya tepat. Ketika ramai posting 'Yamin Bandung' beberapa waktu lalu di milis JalanSutra, tiba-tiba disadarkan bahwa ada mata rantai yang hilang. Setiap posting dirunut satu per satu dan tetap tidak muncul. Agak panik setelah mencoba googling, ternyata tidak ada satu artikelpun di jagad raya web yang bercerita tentang yang satu ini. Akhirnya diputuskan untuk sedikit bernostalgia sekedar supaya kelak bila ada yang googling lagi, hasilnya tidak nihil.
Bandung pertengahan tahun 70'an sampai akhir 80'an, sedikit saja memiliki rumah makan chinese, utamanya menu bakmi-baso yang bisa dikunjungi dan tentunya dikonsumsi oleh mereka yang muslim. Pilihan kala itu tidak banyak, 'Toko You' di bilangan sayap jalan Dago dan 'Bakmi Yap' di jalan Aceh. Langganan keluarga kami kala itu adalah 'Yap'. Mengapa tidak 'You'? mungkin karena lebih 'raw'. Bakmi 'Toko You' walaupun enak, dirasa terlalu steril. Terlalu menak dan piyayi. Mungkin umpama Singapura atau Kopi Starbucks. Harga antara mereka juga tidak jauh, hanya saja untuk porsi, jatuh lebih besar di 'Yap'.
Produk utamanya tentu bakmi. Mulai mi kuah dan yamin, lalu bakmi goreng dan rebus. Mi, baso, baso tahu, somay, pangsit dan aksesori lainnya semuanya 'home made'. Mi-nya cenderung kenyal, mengeras apabila dingin. Itulah mengapa bila yaminnya dibungkus untuk disantap di rumah, cenderung kurang nikmat. Basonya istimewa, terasa benar dominasi daging terhadap adonan lain. 'Nyakrek', agak melawan tapi tidak keras. Bentuknya bundar gepeng, tidak bulat. Baso tahu dan somay yang untuk disantap dengan kuah, bukan dengan bumbu kacang, juga istimewa. Isinya kombinasi ayam dan udang. Rasanya selain enak juga ada rasa sedikit manis dari gurihnya ayam dan udang yang masih segar ketika diolah. Pangsitnya juga luar biasa, isinya masih kombinasi ayam dan udang. Boleh goreng atau rebus-putih, keduanya sama enak. Hanya kalah sedikit oleh pangsit goreng bakmi 'Gajah Mada' di Jakarta.
Favorit kami yang anak-anak dan remaja tentunya yamin. Manis ataupun asin. 'Topping'nya dari ayam yang bercampur bengkuang atau mungkin lobak. Dibumbui dengan rasa yang mirip isi bacang ayam, mungkin bumbu 'five spices'/'Ngo Hiong'. Sambal lampung pedas dan acar timun cabai rawit sudah siap menemani di meja. Favorit yang tua-tua biasanya bakmi goreng, kadang bakmi rebus. Cara masak yang tampaknya mematangkan kocokan telur terlebih dulu di penggorengan, menghasilkan gumpalan-gumpalan telur yang besar-besar dan gurih. Nikmat sekali 'mengutil' telur-telur tadi yang sudah tersentuh manisnya kecap serta bumbu-bumbu. Baso gepeng yang telah dipotong-potong, tampak menjadi serpihan-serpihan lonjong. Adalah biasa waktu itu apabila ada acara arisan, ulang tahun atau kumpul-kumpul, baik di rumah antar tetangga atau kawan sekolah, bakmi goreng 'Yap' selalu terhidang di meja. Jarang hanya satu piring besar, minimal ada dua piring besar berisi bakmi goreng itu yang terhidang.
Tidak hanya bakmi, makanan lain seperti capcay, fuyonghai, dan tumisan-tumisan sayur ala chinese cooking seperti kailan atau kangkung cha, juga tidak jarang kami pesan ketika mampir disana, walaupun hanya sebagai 'side dish' dengan bakmi sebagai menu utama. Tentunya apabila bakmi gorengnya nikmat, nasi gorengnya bisa dipastikan juga nikmat walaupun tidak ingat betul bagaimana rupa nasi gorengnya. Bistik sapinya yang pernah dipesan untuk dinikmati sendirian, serupa dengan bistik sapi istimewa di Restoran 'Kalimantan' di bilangan Cipanas-Puncak. Berisi daging sapi yang diiris, digoreng tepung, lalu disajikan dengan kuah kecap yang kental aroma mentega serta kecap inggrisnya. Aksesori standar; kentang goreng dari kentang kupas serta irisan wortel dan buncis.
Akhir 80'an memasuki 90'an, popularitasnya terus merosot dan makin menyepi. Malahan sudah kalah pamor dengan 'BMC' yang tepat berada di seberangnya. Mungkin akibat banyak persaingan, terutama dengan makin maraknya bakmi chinese yang mangkal kelas gerobak. Konon pula karena wafatnya pemilik pria yang lalu diteruskan oleh istrinya. Awal 90'an hanya menyisakan 3-4 meja bagian dalam saja yang terisi ketika jam makan, itupun biasanya diisi oleh mereka yang berseragam kantor pemda kotamadya yang terletak tidak jauh. Sisa keramaian dengan bukti alih fungsi teras depan yang diberi dinding semipermanen lalu diisi belasan set meja, sudah tidak pernah terisi. Pelayan pun tinggal 1-2 orang, tampaknya merangkap pembuat mi atau baso. Meracik dan kasir dirangkap oleh ibu pemilik. Sesekali anak lelaki atau perempuannya tampak membantu di kasir. Tak jarang seekor anjing collie besar yang tampak ramah, duduk di antara pintu servis dan kasir.
Sampai akhirnya mereka tutup pertengahan atau akhir 90'an. Lokasinya dijual dan sempat dijadikan kafe oleh pemilik baru. Obrolan terakhir dengan ibu pemilik menyatakan bahwa mereka akan buka kembali di bilangan Jl.Jakarta, tapi sampai hari ini kabarnya tidak pernah terdengar.
Barangkali ada yang punya kabar tentang Bakmi 'Yap'? Kalaupun tidak ada, mungkin berbagi sedikit cerita nostalgia kala lalu ini, cukup untuk pengobat rindu akan mi kenyal, kuah kaldu, baso gepeng, baso tahu-somay dan pangsit rebus yang rasanya masih bisa dibayangkan di ujung lidah sampai sekarang.
Belakangan setiap lewat lokasinya dulu, entah ketika mampir ke BMC atau warung masakan sunda dalam gang di seberangnya, seperti narator acara tv tadi bilang, memang terasa ada yang hilang seiring 'hilang'nya bakmi 'Yap'.
7 Comments:
Wah Bi...
Ente mulai mempraktikkan 'The Secret' ya? hua..ha...ha...huk..huk
Kok frekwensi pikiran ente rada sama nih ama gue ... Lihat di blog gue, dan postingan terakhir juga tentang 'sesuatu yang hilang'.
Tanggalnya sama lagi...
wah pak, saya ini bukan pemakan babi, tapi buat saya mi yang paling maknyus di bandung adalah mi rica kejaksaan...
rasanya itu bikin kangen... walau habis itu mesti rela agak muntaber karena perut ini tak kuasa menerima daging b2. hihihihi!
alah ngomongin bakmi meni jadi hayang ngemie. pesen aaahh...
Suami saya anak lelakinya bakmie Yap…sejak pindah ke Jl. Jakarta itu memang gak buka restoran lagi. Anak2nya juga gak ada yg melanjutkan usaha itu, jadi ya…tinggal kenangan aja 😄
Wah sedih saya dengarnya, pantesan saya ke bdg menelusuri jl aceh sdh tidak ada, saya penggemar yamin a
sin dan baso sapinya, saya dulu kecil thn 70an tinggal di jln kebonsirih dekat aceh, hampir tiap mggu beli yamin nya atau nasi capcay sama ortu. Semoga sehat2 semua keluarga bakmi yap.
Hai dcarollina, senang sskali saya mendengar kabar dari keluarga pemilik Yap, semoga kabarnya sehat-sehat semua. Aduh sayang sekali tidak diteruskan ya usahanya. Padahal banyak menu spesial yang sampai sekarang belum saya temukan padanannya, terutama baso gepeng dan baso tahunya. Sampaikan salam saya untuk keluarga. Suaminya itu apa yang dulu anak bungsunya? Saya ingat kecilnya berponi dan kacamata, sering tampak mengerjakan tugas sekolahnya di meja kasir dibantu Ibunya. Semoga selalu sehat semua.
Halo, senang sekali bisa jumpa dengan sesama pemilik ingatan tentang Yap yang sudah mulai dilupakan orang. Keluarga saya dulu tinggal di dekat Simpang Dago, jadi sebulan paling 2-3x saja atau bila menyuguhi tamu yang menginap di rumah dengan bakmi goreng dan capcay Yap.
Semoga semua ex pelanggan Yap juga selalu sehat. Saya sendiri skrg melanggan Yamin di Bakmi 127 di bilangan Jl.Ancol Timur. Di Pasar Ancol
Keluarga Besar Mie Yap masih ada yang berbisnis kuliner, para pembaca tentu tidak asing dengan Batagor Kingsley.
Post a Comment
<< Home