Sunday, December 03, 2006

Kantin Jepang 96

Kantin ini bernama 'Kantin Jepang 96', kantin jepang karena memang menyajikan berbagai masakan Jepang dimodifikasi agar lebih mudah dan murah diproduksi. Maklum, lokasinya bersebelahan dengan kampus jadi harus murah tapi meriah agar terkejar kocek mahasiswa dan mahasiswi.

Kami memulainya lebih kurang tahun 2000 dari nol, merubah halaman rumput menjadi hamparan tanah, menanam pondasi lalu mendirikan tiang-tiang kayunya. Sayangnya atap dirancang salah. Atap datarnya terlalu 'datar' sehingga daun-daun kecil yang seharusnya ikut luruh bersama siraman air hujan, semakin menumpuk dan menimbulkan genangan-genangan air sehingga saat hujan deras, kantin kami kadang bocor.

Bentuknya sederhana, bila anda masuk dari jalan raya tanpa trotoar pejalan kaki, anda harus menaikkan kaki ke dinding selokan, lalu naik kira-kira enam atau tujuh anak tangga sebelum sampai ke ruang makan. Ruang makan awalnya hanya berbentuk persegi panjang memanjang searah jalan masuk. Lantainya dari semen saja, diberi keramik-keramik kecil dan garis-garis dari taburan kerikil putih. Awalnya hanya ada delapan meja yang kemudian menjadi dua belas meja. Meja sederhana dengan bangku memanjang untuk dua orang tiap bangkunya. Sebelah kanan agak ke belakang, kami buat dapurnya. Satu kompor besar untuk menggoreng dengan banyak minyak, serta dua buah kompor 'cartridge' untuk memasak 'pan fried'. Di seberang area kompor ada meja cuci. Di antara meja cuci dan meja kompor diletakkan meja saji, tempat persiapan makanan yang sudah dimasak untuk dituangkan ke piring-piring yang disiapkan di atasnya kemudian disajikan ke pelanggan.

Untuk membatasi ruang luar dengan ruang makan, digantungkan tirai-tirai bambu dengan variasi lubang. Tak lupa lampion-lampion bulat dari kertas berwarna merah dan hijau untuk membungkus lampu-lampu yang kelak baru kami sadari indahnya nyala mereka ketika kantin buka pada malam hari dua tahun kemudian.

Sebagaimana namanya, kantin menyajikan masakan Jepang, mulai dari Teryaki, Yakiniku, Sukiyaki, Tempura, dan aneka Katsu. Teryaki, Yakiniku dan Sukiyaki dibuat dari 'basic sauce' yang sama, kombinasi 'soyu' atau kecap asin ala Jepang yang diramu dengan berbagai bahan lain, diantaranya rebusan jahe dan bawang. Rasanya lebih manis dari rasa aslinya, kadang disebut semur oleh mereka yang mengharapkan rasa asli ketika datang makan ke kantin kami. Tapi tidak sedikit pula yang sebelumnya tidak menyukai masakan Jepang kemudian menyukai masakan Jepang versi kami.

Masakan favorit adalah aneka katsu. Disediakan mulai dari ayam, daging sapi hingga aneka seafood. Selain itu ada makanan lain yang cukup menjadi ikon yaitu 'kaki age' atau bala-bala ala Jepang yang berbentuk gorengan kering adonan tepung dengan aneka sayur beserta potongan udang dan cumi. Gurih dan renyah. Banyak pula yang lebih menyukai masakan Jepang versi kantin kami dibanding versi sebuah restoran jepang cepat saji yang terkemuka. Menurut mereka gorengan 'katsu' kami lebih kering, renyah dan gurih. Teryaki dan Yakiniku kami lebih kental aroma lokalnya, mungkin dikarenakan penambahan kecap manis pada 'basic sauce' yang membuatnya lebih dekat dengan lidah penggemar masakan Indonesia. Acar, salad serta adonan mayonaise yang menyertainya konon lebih natural daripada yang didapatkan di restoran jepang cepat saji tadi.

Semenjak hari pertama dibuka, tamu langsung ramai, bahkan karena kewalahan, pekerja yang semula dianggap cukup dengan hanya tiga orang, makin lama makin bertambah hingga pernah mencapai jumlah tujuh orang dalam satu shift kerja. Jumlah tamu terbanyak bila dilihat dari jumlah porsi dipesan, pernah mencapai dua ratusan, sangat banyak untuk sebuah kantin kecil dengan meja sebanyak dua belas buah atau empat puluh delapan kursi dan dengan jam buka yang hanya dimulai dari pukul sepuluh siang sampai jam empat sore. Jam saat itu berlalu sangat cepat bagi semua yang bekerja, kesibukan melupakan ingatan dari waktu.

Mulai hari ini, lima tahun kemudian semenjak kantin ini dibuka, anda tidak akan lagi menemukan kami. Hari ini hari terakhir kami buka dan melayani. Karena sesuatu hal, kami harus menutup tempat ini. Kami tidak menyukainya tapi harus melakukannya.

Meja dan kursi segera kami angkat, lampion dan tirai bambunya sudah kami kemasi. Tangga dengan enam atau tujuh anak tangga, lantai bergaris kerikil putih, tiang-tiang kayu coklat dan atap yang terlalu datar mungkin akan dibongkar oleh pemilik barunya. Entah dengan tiga buah pohon cemara jarum yang sudah lebih dulu tumbuh tinggi di samping ruang makan.

Untuk para mahasiswa-mahasiswi Universitas Parahyangan Bandung, dan para alumninya yang mungkin selama lima tahun ini pernah menyempatkan diri mampir ke kantin kami, kami ucapkan pamit. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk melayani anda, bila ada kekurangan kami mohonkan maaf, bila ada kelebihan kami mintakan sedikit tempat dari kenangan anda akan kami. Rasa masakan dan wajah-wajah kami akan dapat dijumpai di lain tempat dan waktu, tapi gambaran ruang dari tempat kantin kami berdiri kini cuma tinggal ingatan. Mungkin indah buat yang pernah menjalin tali kasih atau berinteraksi sosial di ruang makan kami sehingga kadang membuat para pegawai kami tidak dapat pulang pada waktunya atau buruk bagi yang memutuskan cinta juga di tempat kami, sehingga membuat kasir kurang enak hati menagih pembayaran dari perempuan yang tengah menangis atau lelaki yang tengah emosi.

Sekali lagi kami dari 'Kantin Jepang 96' di Jl Ciumbuleuit nomer 96, Bandung, mohon pamit.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home