Sunday, December 03, 2006

Terorrr...rejing terojing terojing!

"Religious suffering is at one and the same time the expression of real suffering and a protest against real suffering. Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of a heartless world and the soul of soulless conditions. It is the opium of the people." - Karl Marx.

Mencermati wajah dan pesan-pesan terakhir para pelaku bom Bali 2 dari vcd sitaan yang ditayangkan (lagi-lagi) oleh televisi, seolah mengingatkan dan menyadarkan bahwa 'enemy of the state' hari-hari belakangan ini di Indonesia bukanlah bom, terorisme atau malah fanatisme agama yang berlebihan. Kesimpulannya mudah, 'lawan' yang tampak jelas dan harus diberangus adalah kemiskinan dan kebodohan. Tayangan televisi tentang latar belakang mereka para 'suicidal bomber' umumnya sama; miskin dan karena kemiskinannya itu hanya mampu mengenyam pendidikan dengan kualitas yang kurang baik.

Sama halnya dengan manusia lainnya yang memiliki kebutuhan akan identitas diri sebagai kebutuhan tersier, mereka yang datang dari kalangan terdekap kemiskinan dan kebodohan juga berusaha mencari pengakuan identitasnya. Ketidak-mampuan memiliki benda fisik yang kini cenderung diidentikkan dengan identitas, menyebabkan ideologi datang sebagai benda tak berwujud yang muncul sebagai penawaran 'murah' dan 'mudah' bagi mereka. Belum luruh benar ingatan bangsa bahwa kemiskinan dan kebodohan pernah menjadi lahan subur bagi ideologi komunis. Masih jelas tertulis di berbagai buku-buku sejarah bahwa komunitas yang kelak bersekutu, merasa senasib sependeritaan sebagai bangsa bernama 'Indonesia', bangkit dengan ideologi kebangsaan, melakukan perlawanan terhadap penjajahan juga dikarenakan rasa tertindas di bawah telapak kaki kebodohan dan kemiskinan. Ideologi kapitalis juga lahir dari kemiskinan dan kebodohan. Lahir dengan keyakinan bahwa ada kemakmuran dan kekayaan tanpa batas bagi siapapun yang bekerja keras dan belajar untuk memperolehnya.

Tren global hari ini, komunisme tidak lagi laku. Bila anda pekerja keras, bayangkan komunisme sebagai rekan usaha anda yang tidak pernah muncul membantu namun ada komitmen moral untuk tetap membagi keuntungan usaha dengannya, belum lagi ketika merugi, ia tidak dapat diminta berbagi (trust me, its sucks!!!). Selain itu, tidak ada konsep surga dalam komunisme, baik dunia maupun 'setelah dunia'. Kapitalis, meskipun menawarkan surga 'dunia', tidak berarti apapun bagi mereka yang tidak memiliki aset, modal dan kemampuan. Alternatif ideologi terakhir yang betul-betul termudah dan termurah untuk menyandarkan identitas diri adalah fanatisme agama.

Bagi mereka yang patah semangat, merasa tersisih di dunia, seperti mereka yang hidup di antara kemiskinan dan kebodohan, agama menawarkan surga 'setelah dunia' bila bersabar menghadapi 'neraka' dunia. Ia juga menawarkan kekayaan hati bila tak mampu mendapatkan kekayaan badan. Agama begitu sejuk menjadi tempat berteduh bagi mereka yang tersisih dan gagal menaungi diri di bawah indahnya atap dunia. Mungkin ini yang terjadi pada mereka yang martir meledakkan diri, agama dibawakan kepada mereka oleh sekelompok orang dengan kepentingan tertentu, yang entah untuk apa atau siapa, dipersempit dengan fanatisme sehingga tampak melulu menjadi ideologi 'setelah dunia' bagi mereka yang tertindas. Menjadi pembenaran bahwa kebenaran hanya milik mereka yang tersisih. Menjadi pembenaran untuk dapat membunuhi sesama. Menjadi pembenaran untuk meneriakkan kebesaran Tuhan ketika berniat menganiaya sesama.

Ideologi-ideologi besar duniawi seperti komunis, kapitalis, sosialis atau apapun namanya dengan segala konsep pembenarannya, tak berarti apapun ketika dibandingkan dengan keseimbangan yang ditawarkan agama; "kejarlah dunia seakan hidupmu abadi, kejarlah 'setelah dunia' seakan hidupmu segera berakhir". Bayangkan betapa mudahnya pemikiran Karl Marx dan Adam Smith lumat hanya oleh salah satu kalimat dari ideologi agama yang begitu luas dan indah. Sayangnya senantiasa berulang dalam sejarah betapa kebodohan senantiasa merusak keindahan. Agama yang begitu jelas menuntun 'berani hidup' untuk kemudian 'berani mati', dipersempit hanya untuk menjadi alasan 'berani mati'.

Kebodohan dan kemiskinanlah sejatinya terorisme.

NB : Tahukah anda, Adam Smith adalah seorang yang sangat religius ?

0 Comments:

Post a Comment

<< Home