Friday, February 10, 2012

Makan ke Surabaya

Surabaya! Seumur hidup, lebih kurang hanya tiga kali saja ada kesempatan berkunjung ke kota ini. Dua di antaranya bahkan tidak menginap, datang dengan flight siang lalu pulang dengan flight sore.

Kunjungan rangka kerja kali ini, syukurnya sudah ada rute bolak-balik dari Merpati Airlines yang berangkat dari Bandung cukup pagi, sekitar pukul 06.00 lalu kembali sekitar pukul 16.00. Panjang sekali waktu tersedia di Surabaya untuk... Makan!!

Mendarat kira-kira pukul 07.00 pagi, naik taksi dengan tujuan penting pertama; Pecel Bu Kus untuk sarapan, lokasi daerah Baratajaya dekat Hotel Nagoya. Pecel kumplit dengan lodehan pisah. Pecel Madiun'an ini betul memuaskan lidah yang kesulitan menemukan pecel enak di kota Bandung. Bumbu kacang kental melimpah, ditaburi serundeng gurih, mlandhingan, dan lalab favorit daun kemangi. Jarang didapat pada makanan di Bandung; kecambah yaitu taoge yang baru sedikit saja keluar 'buntut'nya. Lodehannya terasa seperti sambal goreng yang encer. Pedas, gurih sekaligus segar. Isinya potongan tahu, tempe, dan kacang talo. Ada semburat wangi petai sedikit. Rempeyek kacangnya mantap. Tampak tebal seolah keras, ternyata renyah luar biasa. Cukup dengan es teh pahit, total bayar hanya Rp.18 ribu.

Lanjut urusan kerja mengunjungi vendor. Siapa suka kerja? Tidak ada. Kecuali uangnya. Cukup disudahi dan pukul 11.00 sudah kembali di atas taksi menuju tujuan berikutnya; Rawon Srikandi di sekitar Keputran. Rawon ini mantap. Betul-betul 'kemrawon' dan 'ngrawoni'. Tidak disesuaikan untuk rasa comfort seperti rawon 'setan' yang terkenal itu. Bumbu rempah dan kluwek tampil kuat. Porsi daging campur dengan empal, jadi ada dua potong daging rebusan di kuah rawon dan dua potong daging kering. Lagi-lagi kecambah yang renyah dan segar serta sambal terasi pedas masam mantap menemani. Harga porsi berikut nasi dan teh pahit, Rp.14 ribu.

Kembali kerja? itu anda, saya tidak. Tujuan berikutnya Sate Ondomohen, Jl.Walikota. Tidak semua yang enak dicampur-baurkan akan menjadi tambah enak. Daging sate berbalut kelapa yang gurih, bumbu kacang kasar yang manis-gurih serta taburan serundeng manis. Sebaiknya disantap terpisah; sate disantap keringan lalu disusul lontong yang dicelupkan bumbu kacangnya atau dibalur serundeng. Mantap. Tak lupa dibungkus untuk dibawa pulang. Harga porsi isi 10 tusuk daging tanpa lemak dengan lontong, Rp.16 ribu.

Baru kemudian kembali kerja? oh itu anda lagi, saya tidak. Tujuan berikutnya Ayam Goreng Pemuda. Sudah dipastikan sebelumnya ini cabang asli, bukan pecahan. Cicip satu potong tanpa nasi dan bungkus beberapa potong dibawa pulang. Kesimpulannya; ayam goreng yang konon dianggap icon Surabaya ini, tidak ada apa-apanya dibanding 'old eshtablishment' ayam goreng di Bandung. Enak, tapi kalah mantap dibanding ayam "Panaitan", "Indrawati", "Tempo Dulu" atau "Raos" di Bandung. Satu-satunya kelebihan ada pada sambal yang manis tapi pedasnya tetap mengigit.

Nha sekarang kembali kerja? oh lagi-lagi itu anda, saya pulang. Tak lupa membeli sambal "Bu Rudi", sembari 'nodong' minta kantong plastik besar untuk menggabungkan semua bawaan.

Take-off dan landing smoothly di Bandung menjelang maghrib. Surabaya luar biasa!

******************************

Dua minggu kemudian, kembali ke Surabaya. Penerbangan yang sama. Sarapan yang sama. Pecel Bu Kus yang sayangnya kualitasnya hari itu turun cukup signifikan. Bumbu kacang agak encer dengan warna lebih terang dan rasa yang lebih hambar. Demikian pula lodehannya yang tidak segarang sebelumnya menampilkan rasa pedas gurihnya. Rempeyek tetap mantap.

Lanjut urusan kerja finalisasi dengan vendor. Siapa suka kerja? Tidak ada. Kecuali gajinya. Cukup disudahi dan pukul 11.30 kembali naik taksi tujuan Mulyosari. Beli kue lapis/spikoe Livana yang terkenal sekaligus cicip lontong capgomeh di ujung gang Mulyosari Satu yang konon salah satu terenak di Surabaya. Betul-betul mantap. Pilih ayam opor sebagai pendamping. Kuahnya kental, gurih tapi enteng. Opor ayamnya padat, tidak lembek, mungkin ayam kampung. Serundengnya betul-betul pas, tanpa mengambil alih dominan rasa dari kuah lontongnya. Istimewa. Lebih enak dari lontong serupa di Bandung yang pernah dikunjungi. Harga perporsi dengan Air mineral botol 500ml, Rp.14 ribu.

Perjalanan ke Mulyosari yang cukup jauh dan memakan waktu, diseling macet demonstrasi di sekitar pusat kota, membuat kunjungan berikutnya kembali ke Sate Ondomohen sangat terlambat. Hanya sempat membungkus dengan semua bagian dipisah; sate keringan, bumbu kacang, dan serundeng lalu agak diburu waktu kembali ke arah airport. Pulang.

Tak lupa sambal "Bu Rudi", kali ini dua botol dan tentunya 'todongan' dua kantung plastik besar.

Catatan perjalanan kali ini terutama untuk penerbangannya, dari beberapa penerbangan yang pernah ditumpangi untuk landing di Bandara Husein Sastranegara Bandung, a.l Sriwijaya Air, Air Asia, dan Wings Air, dua kali pendaratan dengan Merpati Airlines adalah pendaratan yang termulus. Landasan pendek yang biasanya mengakibatkan pengereman cukup keras mendorong badan ke depan hingga terasa kurang nyaman, tidak terjadi dengan pesawat milik Merpati. Pilotnya jempolan. Tapi memang ketika pesawat diputar untuk memasuki area parkir, tampak bahwa ujung landasan sudah sedemikian dekat. Mantap!

Surabaya dan Merpati Airlines luar biasa!