Wednesday, April 25, 2007

Konro Iga Bakar Saus Kacang!!

Ada tiga hal yang masih menahan saya berdiam di Endonesa - negeri ontran-ontran ini, serta tidak berusaha pergi mengais hidup ke negeri orang. Pertama skill, yang memang saya tidak punya. Kedua, koneksi yang memang saya juga tidak punya. Terakhir yang ketiga adalah makanan khas di sini yang layak dan berhak menyandang kata "Indonesia". Terentang mulai dari mie aceh sampai nasi jagung kuah gulai ala Nusa Tenggara. Paling istimewa serta memudahkan, semua tersedia di Bandung.

Beberapa hari lalu ketika melewati Jl Gandapura yang merupakan area sayap Jl Riau, kembali saya melihat baliho dan spanduk baru yang terpasang di sebuah bangunan semi permanen. "Konro dan Coto Makassar", salah satu makanan Indonesia favorit saya. Karena saat itu masih dalam misi wira-wiriswasta, cukup saya hapalkan tempatnya dan teguh-kukuhkan niat untuk mampir secepatnya di lain hari.

Kemarin akhirnya saya sempat mampir bersama istri. Tempatnya semi permanen sederhana beratap terpal plastik oranye tapi dengan meja bangku kayu yang cukup layak dan kuat menahan 40kg overweight saya. Menu dihamparkan oleh seorang pelayan. Menu yang buruk bagi konsumen karena tidak dicantumkan harga. Tentu saja segera saya wawancara pelayannya mengenai harga seluruh produknya. Coto Makassar Rp.11.000,-, konro Rp.18.000,-, konro dengan iga dibakar Rp.22.000,-. Semuanya per porsi. Weh... mahal amat!

OKlah, untuk makanan (di rumah makan) baru saya bersedia menerima kejutan. Pesan satu coto Makassar daging untuk istri dan satu konro dengan iga dibakar untuk saya. Nasi dua porsi. Satu teh botol. Komplimen teh pahit dua gelas besar juga dihidangkan.

Diskusi kecil antara saya dan istri mengenai bungkusan emping yang tersedia di atas meja. Saya menebak harganya Rp.4.000,-/bungkus. Istri saya menebak Rp.2.000,-. Pelayan yang datang kemudian menjawab Rp.1.000,-/bungkus. Murah! ternyata emping yang kualitasnya kurang baik. Agak keras, tapi habis 2 bungkus.

Coto Makassar dan nasi datang duluan. Coto datang di mangkuk kecil ukuran mangkuk soto semarang atau soto kudus. Lebih kecil dari mangkok baso, tapi lebih besar dari mangkuk nasi di fastfood masakan jepang terkemuka. Volume ini mengernyitkan dahi. "..dikit amat!!". Memang hidup penuh kejutan ketika kuah kelamnya yang kira-kira kurang 1cm dari atas mangkuk dicoba 'dikeruk' dengan sendok. Sedikit saja di bawah permukaan kuah, mungkin kurang dari 1cm juga, sudah berjumpa dengan potongan-potongan daging kira-kira ukuran 2x2x2cm. Dikira-kira lagi, total sekitar 125-150 gram daging berjejal di dalam mangkuk tersebut. Coto datang dengan pendamping sambal, jeruk lemon, dan garam. Ini menjelaskan mengapa kuahnya sangat kurang asin. Bumbunya sangat pas. Bulat. Kalaupun menggunakan MSG, sama sekali tidak ada gurih yang berlebihan. Kaldunya juga terasa 'rich'. Pokoke kuahnya sempurna, terlebih setelah ditambah garam, kecap manis dan asam dari jeruk lemon sesuai selera. Dagingnya empuk dengan bumbu terasa meresap dan 'mrotholi'- orang Perancis bilang. Beberapa potong daging masih berselaput lemak tipis yang gurih.
Sayangnya sambal kurang pedas. Apabila ditambah lagi, khawatir malah merusak rasa 'makanan
pokok'nya. Setelah numpang mencicip 1-2 potong daging ditambah kuahnya, coto Makassar segera dikembalikan pada yang berhak, yaitu istri saya. (yang kemudian tandas dengan 2/3 nasi). Mengingat memang daging bagus sudah tidak ada yang dibawah Rp.45.000-/kg, price/performance ~1

Konro iga bakar datang selanjutnya. Lagi-lagi mengejutkan dari segi tampilan. 1 potong iga yang cukup besar serta anehnya disiram bumbu kacang dan kecap seperti sate ayam Madura. Lengkap dengan taburan bawang goreng. Kuah pendampingnya tampak lebih 'cawerang' - orang Kanada bilang, dari pada kuah cotonya. Rasanya juga lebih tawar tapi tetap pas karena 'mainshow'nya pada iga bakar. Dikira-kira lagi, mungkin porsi iga bakarnya sekitar 200 gram. Dicabik dengan pisau, seperti yang orang Perancis tadi bilang, dagingnya langsung 'mrotholi'. Mudah dipisahkan dari tulangnya. Walaupun masih ada sedikit yang tersisa lengket. Tekstur dagingnya yang langsung buyar tampak kurang 'juicy' - orang Cinunuk bilang, dan tampak 'overcooked' - orang Sleman bilang. Mungkin dimasak 'presto' terlalu lama sebelum kemudian dibakar. Benar saja, walaupun tidak 'juicy' tapi daging tersebut empuk, tidak ada samar amis dan sangat meresap bumbunya. Ada rasa rempah yang dominan tapi lembut. Pala?

Penasaran dengan fungsi bumbu kacang, saya coba lagi dagingnya dengan bumbu kacang serta nasi yang telah sedikit disiram kuah yang sudah dibumbui lengkap. Hmmm... heaven!! Aneka kejutan terus berlangsung, misal ketika menemukan bagian lemak yang sangat lembut dan 'melt' - orang Porong bilang, cukup dikunyah dengan lidah. Terlebih dengan cara makan yang terlebih dahulu dicemplungkan ke kuah lalu diseruput berikut kuahnya. Aneh lagi saya juga mendapati bagian kenyal seperti 'kikil' - orang Swedia bilang. Mungkin otot atau tulang rawan, tidak peduli apa itu selama tetap enak. Finally, menentukan price/performancenya agak sulit, karena saya mengharapkan iga bakar yang 'juicy' tetapi dari segi rasa, variasi bumbu kacang dan ukuran porsi cukup over ekspektasi. Timbang-timbang sambil cukup kekenyangan, wajarnya harga sekitar Rp.18.000,- saja untuk per porsi konro iga bakar ini. So, price/performance >1.

Total kerusakan Rp.42.500,-. Kelak bila kepedulian akan berat badan, hipertensi dan kolestrol sedang tiada, saya pasti kembali! "I'll be back" - aktor laga asal Solok bilang.

::Konro & Coto Makassar, Jl Gandapura (kiri jalan dari arah Jl Riau) setelah perempatan dengan Jl Patrakomala.

Labels:

Friday, April 20, 2007

Sapi Hitam

Kota Townsville, kota pesisir di timur laut Australia, tanggal 17 April 2007 kemarin heboh besar. Beberapa ekor sapi lari dari kurungan di pelabuhan. Para 'cowboy' beneran yang bukan aktor film, lintang pukang berusaha menangkap sapi-sapi ini yang lari sampai ke pusat kota. Kabarnya, ada yang lari sampai ke latar parkiran mall. Perlawanannya juga diberitakan lumayan. Ada 'cowboy' yang cedera terpental serudukan sang sapi.

Usut punya usut, apa yang menyebabkan sapi-sapi ini kabur? ternyata 'emoh' hendak diimpor ke Endonesa.


Kenapa ya kok takut diimpor ke Endonesa? padahal dijanjikan kematian yang barokah, disembelih dengan halal.
Malah semua bagian tubuhnya pasti dimanfaatkan, mulai dari 'cingur' sampai 'babat'. Tenderloin dan sirloinnya ndak usah ditanyakan.

Menurut saya, pasti karena takut di'mark-up' sama para paklik dan pakdhe yang ngurus badan logistik itu.
Belinya harga 250, ngaku 600. Lha... 350-nya kemana? Sapi jelas ndak mau jadi kambing. Apalagi kambing hitam!

Berita dan gambar dari
sini dan berita teks dari sini.

Update news : Menurut informan terpercaya dari negeri kewan, otoritas kerajaan kewan sudah mengeluarkan 'Travel Warning' bagi warga kewan untuk berkunjung ke Endonesa atas dasar keselamatan transportasi yang tidak terjamin.

Monday, April 16, 2007

IPDN : Pertanyaan

Dagelan ontran-ontran sistem amatiran tidak berkelas yang disebut "Pendidikan Indonesia" di Endonesa hari-hari ini sudah sangat lengkap. Entah apakah layar panggung dagelannya segera ditutup atau malah ada adegan epilog lebih konyol yang segera menyusul.

Tanpa mengurangi duka dan prihatin, matinya peserta didik di IPDN hanya bumbu penyedap.

Berbeda dengan pendidikan militer profesional yang memang menjadikan 'kematian' sebagai bagian yang tak terpisahkan, apakah tidak mengherankan - mengapa sebuah lembaga pendidikan sipil yang mampu membuat peserta didiknya mati ternyata tetap diminati ribuan atau mungkin puluhan ribu orang setiap tahun.

Se-putus asa ini kah puluhan ribu pemuda Endonesa yang tetap berangkat ke medan laga pendidikan yang menjanjikan lapangan kerja langsung walaupun resiko digebuki sampai mati mengancam mereka?

atau terlalu sedikitkah harapan dan peluang yang dapat dijanjikan oleh lembaga pendidikan lain?

atau siapapun yang merupakan penguasa birokrasi di atas sana sudah tidak mampu lagi menyusun janji-harapan bagi anak-anak bangsanya lewat pendidikan?

atau se-begitu habiskah kemampuan dan upaya banyak orang tua mendidik anak-anak mereka sehingga tetap mendorong anak-anak muda itu mengundi maut lewat pendidikan hanya sekedar atas nama 'kontrak kerja'?

Jadi untuk apa nama "Pendidikan Indonesia" itu bila tak mampu menjanjikan apapun? tak mampu membuat anak-anaknya punya harapan atau impian - selain hanya nilai-nilai kuantitatif tercetak pada ijazah yang kemudian di-fotokopi hanya sebagai lampiran mengais lapangan kerja yang makin tak lapang.

Bukan IPDN yang harus dibubarkan. Sistem pendidikan yang harus direvolusi!

Sekolah membodohi!

Sunday, April 15, 2007

Resto "Malaysia Seafood"

Lagi-lagi, dasar nasib pengusaha wira-wiriswasta kelas kirik sehingga sabtu siang masih harus bekerja banting tulang memenuhi pesanan klien yang harus selesai hari senin pagi. Sedikit memenuhi kebutuhan hiburan akan wik-en akhirnya saya mengajak serta istri dan anak sulung saya yang berumur 4 tahun kurang untuk wira-wiri ke supplier.

Hujan mulai deras ketika mobil kami melewati Jl Lengkong Besar, ketika pandangan tertangkap pada sebuah spanduk di kiri jalan yang berbunyi "Resto Malaysia, Seafood ala Malaysia". Ya, sebuah rumah makan, tepatnya ruko makan baru. Bukan judul, juga bukan tampilan atau ke'baru'annya yang menarik, tetapi sosok tinggi, gendut, bermata sipit dan bercelemek masak yang terlihat 'tenguk-tenguk' di teras rukonya. Yakin, orang itu pasti kokinya. Dengan sosok koki yang gendut tadi, entah kenapa saya kembali yakin bahwa masakannya p
asti layak dicoba, selain karena pula judul 'Malaysia' yang mengundang ingin tahu. Segera saya katakan pada istri saya, "Setelah belanja kita makan disana!"

Lebih kurang sejam kemudian mobil kami telah parkir tepat di depan pintu ruko tersebut. Tampak dari luar dari sekitar 8 meja hanya 1 meja yang terisi. Koki gendut penangkap pandangan tadi masih 'tenguk-tenguk' di luar, mungkin tugasnya memasak untuk meja yang terisi tadi sudah selesai. Hujan masih deras ketika koki gendut justru keluar membawa payung terbuka dan menjemput kami ke mobil!!

Dengan dapur terbuka yang berada di bagian depan ruko, terlihat bahwa memang koki gendut tersebutlah satu-satunya juru masak disana, seorang perempuan muda terlihat membantu menyiapkan bahan-bahan. Saat itu tampak tengah mengupas bawang putih. Menu datang dan kami segera melihat-lihat. Koki gendut datang menghampiri meja kami. Ia menawarkan menu ikan kakap goreng ala Malaysia. Mmm... pass! Saya benci ikan. Kami lebih pilih udang atau cumi kata saya. Saya pun bertanya tentang apa itu 'ala Malaysia'. Koki gendut menjawab agak terbata, "ada souce...". Weh!! Koki impor pula!! tidak lancar berbahasa Indonesia. Genuine Jiran! Saya makin bersemangat.

Setelah berdiskusi dengan istri, kami khawatir menu udang akan mengotori tangan apabila harus mengupas, bukannya malas tetapi karena khawatir sulit memegang anak kami dengan tangan berlumur bumbu makanan. Akhirnya kami memilih "Cumi goreng bumbu ala Malaysia" yang sebetulnya tidak tercantum di menu. Customized karena yang tercantum untuk bumbu Malaysia hanya untuk udang, ikan, ayam dan oyster. Koki gendut pun tak masalah. Menu berikutnya adalah ayam goreng mentega. Cari aman agar anak kami yang alergi sensitif bisa ikut makan. Lagi-lagi customized karena kami meminta ayamnya terlebih dahulu digoreng (salut) tepung sebelum dimasak goreng mentega. Terakhir untuk sayur kami minta saran koki gendut. Sambil membuka menu di hadapan saya ia menunjuk "kangkung crispy ala Malaysia" sambil berkata, "crispy! banyak orang makan!". "OK!!".

Oya semua menu d
i golongkan kembali pada ukuran S, M dan L untuk kecil, sedang dan besar porsinya. Semua yang kami pesan dalam ukuran S. Nasi 3 piring. Jeruk hangat, hot lemon tea, dan teh manis panas untuk minumnya. Komplimen teh pahit panas pun dihidangkan.

Tak lebih dari 15 menit ketika semua menu telah terhidan
g.

Cumi goreng bumbu Malaysia. Ketika datang, tampak dan aromanya seperti bumbu masak kecap chinese food. Bumbu kehitaman kental dan potongan-potongan cabai serta onion. Ambil 1 potong dan bumbunya. Tanpa nasi. Kesan pertama, dominasi rasa manis gurih, mungkin dari kecap manis dan sayup oyster sauce. Sepertinya juga ada rasa asam. Cuminya segar dengan aromanya yang khas dan tidak overcooked. 'Nyakrek' (lembut kenyal tetapi tidak melawan ketika dipotong dengan gigi). Yang mengejutkan saya adalah keluarnya aroma kari yang lembut serta 'panas' dari bumbu yang muncul belakangan di lidah belakang. Cukup enak tetapi entah mengapa kesan terakhir justru rasa kecap manis yang terlalu kuat agak terasa mengganggu. Ketika digabung disantap dengan nasi, dominasi rasa manis gurih lebih berkurang dan semuanya jadi seimbang. Pas! Price/Performance ~1.

Kangkung crispy ala Malaysia. Tampak sangat menggoda. Stake up dengan kangkung dan telur puyuh digoreng kering (tampak crispy) salut maizena lalu disiram dengan udang dan cumi masak kuah (ala Malaysia tadi). Kuahnya 'nyemek' kekuningan dan tampak potongan-potongan besar bawang putih. Pula tampak bumbu-bumbu 'pasir' yang saya curigai sebagai penyumbang rasa kari. Benar saja, kangkung terasa renyah di mulut tanpa kehilangan 'bitter' khas kangkung. Bumbunya terasa lembut dengan dominasi rasa gurih kari dan bawang putih. Pas!. Lagi-lagi udang dan cuminya segar serta tidak overcooked. 'Nyakrek' total! Excellent! Price/Performance <1.

Ayam goreng mentega (customized dengan salut tepung). Tampak biasa-biasa sehingga tidak tertarik untuk memotret. Rasa juga tidak terlalu istimewa. Bumbu lagi-lagi didominasi manis dan gurihnya kecap manis sehingga lebih layak disebut masak kecap. Entah kenapa anak kami pun tidak mau memakannya. Sehingga hanya saya ambil 1 potong lalu selebihnya kami bungkus. Mungkin karena salut tepungnya yang menyebabkan bumbu tidak terlalu meresap ke daging. Hambar. Entah juga apabila tidak dimasak salut tepung. Price/Performance >>1

Overall pengalaman baru dengan bumbu ala Malaysia yang menurut saya gado-gado dari chinese food dan melayu (kari lembut) cukup memuaskan. Dipastikan untuk akan kembali datang di lain waktu. Koki gendut melepas kami hingga teras dan tentunya saya puji kangkung crispynya. Total kerusakan Rp.87.500,-. Overall price/performance >1, sedikit 'over valued' akibat ayam goreng menteganya.

nice food, friendly cook!
::Resto 'Malaysia' Seafood, Jl Lengkong Besar No. 51B, Bandung.

Labels: