Friday, November 30, 2007

Kulkas


Dari berbagai banyak aneka ria rupa macam blog di web, paling favorit dan holic untuk berkunjung ke blog Paman Tyo. Selain karena tulisan-tulisan beliau yang guyub, sederhana, mudah ditelan, dicerna lalu disekret dengan ikhlas tanpa terlupakan, juga karena kesan di benak yang timbul ketika membaca. Tulisannya tidak rumit dimengerti dan tidak banyak menggunakan kata-kata asing, kalaupun ada, hanyalah istilah 'njawani' yang sebetulnya sudah umum terdengar. Malam ini kembali tercenung-cenung membaca posting kulkas.

Entah bagaimana, kulkas adalah bagian penting dari hidup. Semenjak kecil, kulkas (di rumah) bagaikan a little piece of heaven. Utamanya tentu saja karena sejuk. Sebelum kenal sekolah, saya sudah mengenal kulkas sebagai sumber kenikmatan. Ketika balita hingga taman kanak-kanak, sering susu dalam dot saya sisakan setengah untuk kemudian ditaruh ke dalam kulkas lalu diminum kembali setelah dingin. Sepanjang usia sekolah, sepulang ke rumah, kulkas adalah tujuan pertama. Sekedar membaca pegumuman internal keluarga lalu memantau isi kulkas. Baru kemudian mengangkat tudung saji di meja makan. Isi kulkas selalu nikmat dan indah. Terkadang membuka pintu dengan harapan ada kejutan di sana. Sekedar minuman soda dingin atau botol sirup, buah atau kue, es mambo buatan ibu atau sekotak es krim neapolitan kegemaran ayah. Good old days, ketika pintu kulkas sulit ditutup kembali terganjal aneka isinya.

Hidup bertetangga di dalam kompleks penuh warna menarik. Kulkas juga fenomena. Antar teman sebaya bertetangga, kami begitu bebas keluar masuk rumah mereka. Tentunya juga akses ke kulkas, walaupun dibatasi hanya untuk sekedar mengambil sendiri air putih dingin. Mengamati isi kulkas tetangga sangat menarik. Makin 'hidup' sebuah keluarga biasanya ditandai dengan maraknya isi kulkas. Banyak benda (consumable) asing yang baru dikenal di kulkas tetangga. Keju yang aneh, buah yang aneh, minuman yang aneh dan tentunya makanan serta kudapan yang aneh. Buah kiwi dan permen coklat berwarna putih pertama kali saya jumpai di kulkas tetangga.

Ada satu tetangga di belakang rumah yang menurut saya paling dasyat isi kulkasnya. Semenjak dulu kulkasnya sudah berpintu tiga. Isinya selalu penuh. Nyonya rumah pemasak hebat, herannya si anak yang teman saya sering numpang masak dan makan mie instan di rumah kami. Isi buahnya aneka rupa, susu dan sari buah kemasan berbagai rasa. Freezer penuh oleh aneka daging dan kudapan siap goreng. Tak jarang, laci besar transparan di bagian bawah yang seharusnya diisi sayur mayur malah berganti fungsi menjadi penyimpanan es buah/bul. Kelak ketika rumah kami hanya tinggal diisi oleh saya sendiri sebelum menikah, kulkas yang kosong akan mendadak penuh menjelang tetangga saya tadi merayakan natal dan tahun baru. Ya mereka menitipkan sebagian isi kulkasnya terutama daging beku ke kulkas kami. Saking tidak muatnya barangkali. Tanda terima kasihnya juga tidak enteng, porsi kecil dari yang terhidang di rumah mereka akan hadir di meja makan rumah kami.

Mediocre present days, ketika keisengan membuka kulkas hari ini tidak banyak lagi memberi kenikmatan. Tidak pernah lagi berharap kejutan. Pintu kulkas sulit dibuka. Tidak ada beban isi yang menahan badan kulkas untuk tidak ikut tertarik oleh sistem magnit pintu. Tangan kiri harus menahan badan kulkas agar tidak ikut tertarik keluar oleh tenaga tangan pembuka pintu. Ternyata tak semudah itu memakmurkan kulkas yang jadi indikator makmurnya rumah tangga.
*gambar diambil dan dirubah, tentunya tanpa ijin dari sini.

Wednesday, November 28, 2007

&^#$!^%$@! Kancut!

Fully inspired by http://sinema-indonesia.com/

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai kancut. Bayangkan, tanpa kancut, sudah berapa banyak pria yang kondor koyor-koyor atau malah turun berok. Seramnya, bayangkan berapa banyak pasak yang bakal cedera terjepit ritzluiting.

Untuk itu, hari ini dipersembahkan 'Kancut Awards' atas prestasi putra-putri bangsa di berbagai lapisan, mulai dari 'kerah putih' sampai 'tengkuk merah'.

Pagi ini, dengan niat mulia menyisihkan sedikit uang untuk membantu menggenjot perekonomian nasional lewat 'mutual fund' campuran yang sebagian dananya diinvestasikan ke 'government bond', saya berangkat ke sebuah bank nasional terbesar milik pemerintah untuk membeli produk 'mutual fund' tadi. Tiba jam 9 lebih, ambil nomor antrian lalu duduk manis. Hanya selisih 3 nomor antrian dari nomor antrian yang sedang dilayani 'customer service'/CS. Setelah antri hampir 1 jam, dipanggilah nomor saya. "Selamat pagi pak... bla... bla... wek... wek... cuit... cuit..." - "Maaf pak menunggu lama, sedang ada gangguan pada kualitas online kami" (ya... ya... ya..!!). Lalu saya jelaskan niat, minat, maksud dan tujuan datang, mulailah CS tadi menyiapkan form ini-itu, lalu sibuk 'klik-klik' sana-sini. Beberapa waktu 'klik-klik' yang bukan mejik juga bukan trik, diiringi 'mumbles' mambo-jambo ditambahi decak halus maka "Maaf pak tampaknya oflen lagi" - "Begini pak, dicoba ke cabang jalan xxx dan transaksi disana juga bisa, toh sudah ada nomor akunnya" (ya... ya... ya...!!). Untuk sistem antri yang lama lalu hanya memperoleh oflen, dipersembahkan :

Untuk perusahaan teknologi informasi yang menyediakan sambungan 'len' tadi serta petinggi bank nasional terbesar milik pemerintah yang memutuskan membeli dari penyedia sambungan 'len' tadi dipersembahkan :

Pindah ke cabang jalan xxx, kembali antri, kembali selisih 4 nomor dengan antrian hampir 1 jam. Kembali dapat "Selamat pagi pak... bla... bla... wek... wek... cuit... cuit..." dari CS. Kembali saya jelaskan niat, minat, maksud dan tujuan datang, mulailah CS tadi menyiapkan form ini-itu berikut fotokopi KTP. CS ini tanpa klik-klik, mejik, maupun trik tapi pergi menuju konter kasir. Lebih kurang 15 menit CS datang lagi dan lagi-lagi dimulai dengan "maaf". (gleg! asu! opo maneh ki!!). "Ternyata akun hanya bisa top-up di cabang tempat dibuka, karena bla... bla... wek... wek... cuit... cuit..." (ya... ya... ya...!!). Untuk sistem antri lama, hal yang konon bisa ternyata tidak dan sistem yang tidak onlen antar cabang, dipersembahkan :

Gagal urusan investasi, berangkat urusan cari duit. Pertama ambil hasil 'preprint' di sebuat 'preprint center' terkemuka di Bandung. Seharusnya selesai kemarin sore, tapi jadwal naik cetak siang ini sesudah makan siang. Ternyata belum ekspose plat! Walaupun terlihat ekspresi sebetulnya lupa naik ke plat, sang CS berkilah, "Maaf pak, ragu mau naiknya karena posisinya tidak standar" sementara desain sebetulnya hanya kop surat ukuran A4. Kembali antri ekspose plat lebih kurang 1 jam. Untuk lupa ekspose, kilah lihai, dan antrian ekspose yang lama, dipersembahkan :

Tak lupa menelepon percetakan untuk minta ulur jadwal 1 jam.

Ketika menunggu, masuklah 4 orang anggota organisasi kepemudaan ternama. Badannya kekar-kekar, sehat, dan suaranya yang keras membuat CS 'preprint center' agak keder. Rupanya menyerahkan proposal, terdengar "...untuk kegiatan organisasi...". Untuk mereka yang apabila mendaftar jadi satpam atau tamtama pasti diterima tanpa tes tapi lebih memilih mengirim proposal kasih sayang, dipersembahkan :

Selesai plat sudah pukul 2 kurang. Pacu Honda Win ke percetakan dan yang didapat adalah "Maaf pak, sudah naik yang orang lain dulu, soalnya bapak terlambat". 'Orang lain' yang disebut tadi naik cetak 8 rim atau 4000 lembar. Selesai kira-kira nanti malam, padahal saya hanya cetak 350 lembar, tak sampai 2 jam mencetak pasti beres. Harapan pada shift kerja malam. "Maaf pak yang kerja malam tidak akan masuk, sudah ijin ada acara keluarga". Untuk jadwal yang tidak terulur dan acara keluarga yang menghambat kerja dipersembahkan :

Baru teringat, hari ini jadwal kontra bon di 2 pelanggan, maksimal jam 2. Juga ada janji kirim invoice ke pelanggan. Semua gagal. Untuk saya, supplier yang untuk menagih dan padahal mau dibayar malah tidak muncul (apalagi deliver produknya!?), dipersembahkan :

Untuk kata "maaf" dan manfaat penggunaannya dalam bahasa bangsa besar ini dipersembahkan :

Untuk hari yang sangat cerah dan lancar ini dipersembahkan :

Friday, November 09, 2007

Antara Oprah W. dan Bondan W.

Membahagiakan orang lain bisa jadi merupakan salah satu keinginan fitrah manusia. Buat maniak Metro-TV, ada beberapa acara impor di sana yang mengeksploitasi fitrah ini. Ada "Three Wishes" dan most episode dari acaranya Oprah Winfrey.

Tema dan cara 'pembahagiaan' ini sama, memberikan sesuatu atau mewujudkan sesuatu. Hanya saja, tidak pernah tidak, butuh biaya besar. Mulai dari merubah total interior-eksterior sebuah rumah atau malah membangunkan rumah dari nol, dan spectacularly merubah stadion football milik sebuah hi-school menjadi setara dengan kualitas stadion klub sepakbola ala Amerika. Tidak bicara angka ribuan dolar saja, bahkan sampai ratusan ribu malah mungkin juta dolar.
Acara selalu ditutup rona bahagia, air mata dan ucapan-ucapan terima kasih serta penghargaan.

Sebetulnya ada yang 'garing', karena thats it. Bagaimana selanjutnya? Apa yang terjadi pada orang bahagia itu? Bagaimana nasib orang lain yang memiliki penderitaan serupa dengan orang yang 'dibahagiakan' pada episode tersebut? Tanyakan saja pada tribute rolling text di akhir acara.


Siapa tak kenal 'Wisata Kuliner' di Trans-TV? Acara yang kemudian diekori belasan acara serupa di berbagai stasiun televisi. Belum terhitung puluhan lainnya di berbagai media cetak. Sangat menyenangkan untuk tahu sebuah spot kuliner baru di kota sendiri. Sebaliknya sangat tidak menyenangkan apabila spot kuliner favorit masuk liputan. Mengapa? Karena kunjungan ke spot kuliner tersebut di hari-hari berikutnya berarti antrian panjang atau kehabisan produk.

Lalu apa hubungan Bondan Winarno, pria paruh baya setengah botak host acara 'Wisata Kuliner' tersebut dengan acara Oprah W. atau 'Three Wishes' atau acara 'pembahagiaan' lain? Sadar tidak sadar, sengaja tidak sengaja, yang tidak berbahagia akibat liputan 'Wisata Kuliner' tadi hanyalah para pelanggan lama spot kuliner yang terpaksa bertemu menu baru 'antri' atau tidak kebagian menu favoritnya. Selain itu, semua bahagia.

Di sebuah gerai lotek kecil dalam gang di bilangan Pasirkaliki-Bandung, suatu pagi beberapa hari setelah liputan tempat tersebut ditayangkan, tampak begitu banyak orang berbahagia. Tentunya dimulai dari penjual berbahagia yang berkeringat serta berceloteh melayani pertanyaan para pelanggan baru dan kemudian tentunya lagi pelanggan baru yang mengangguk-angguk meng-iya-kan kenikmatan yang dikabarkan tayangan acara. Belum selesai sampai disitu, supplier sayur mayur dan 'peuyeum' datang dengan berikat-ikat bawaan serta wajah berseri walaupun terlihat lelah mengangkat bawaan dari ujung gang di tepi jalan sana. Tak lama mangkal pula pedagang keliling bergerombol di muka gerai, mulai dari jajanan cemilan hingga mainan anak kelas bawah. Tak sedikit pengunjung gerai lotek yang berhenti sejenak membeli sesuatu dari para pedagang mangkal tadi sebelum berlalu. Hitung juga pengemis yang menanti di luar pagar gerai atau tukang parkir di jalan tepat ujung keluar gang.

Bolehlah menjamin, kebahagiaan mereka pasti berlanjut selama gerai lotek itu bisa bertahan kualitas produknya. Kalau boleh lagi berhitung, kebahagiaan continuable ini tidak butuh ribuan atau ratusan ribu bahkan jutaan dolar Bush macam acara impor tadi.


Akhir tulis, tetap sehat! tetap semangat! untuk bisa jalan-jalan dan makan-makan!