Saturday, October 27, 2007

Serupa Sebentuk tapi Tak Sama

Fenomena 'barang spesial' menarik sekali diamati. Awalnya hanya ketika berkutat dengan komputer atau otomotif. Untuk dua bidang ini sudah biasa terdengar adanya barang-barang spesial dengan kelebihan tertentu di antara barang atau benda lain yang similar.

Contohnya; sejak jaman kuliah oprek-oprek komputer sering heboh tentang barang, utamanya parts komputer, yang memiliki anomali kehebatan. Misal tentang overclocking, heboh diawali pentium 90Mhz yang bisa digenjot lari 120Mhz. Hampir semua prosesor heboh pernah dicoba, mulai dari Celeron 300a, Celeron 566, Duron 700, Athlon 133, P4-1.6A, dan Athlon XP 2000+. Belum sampai yang baru-baru karena mahal dan betul-betul iseng harus yang overclock dengan perlengkapan standar. Ada lagi cerita SDRAM, VGA, HDD, sampai monitor. Terheboh ketika Creative CDRW 12x yang ternyata OEM Plextor, produsen media optik terkemuka. Sampai ramai-ramai hunting keluar masuk toko komputer mencari CDRW tersebut. Karena merk Plextor 3-4 kali lipat harga merk lain yang sejenis. Bisa dapat Plextor seharga Creative tentu sangat menguntungkan.

Di otomotif yang begini jauh lebih banyak, jangankan partsnya, mobil utuhnya pun banyak memiliki barang spesial, paling gampang pada Toyota Great Corolla. Keluaran tahun 1992, banyak dicari orang daripada yang baru, konon karena datang CBU diakui CKD. Salah satu lebihnya adalah 'retraction mirror', kaca spion yang bisa melipat sendiri ke dalam secara otomatis. Lebih jadul jamannya Peugeot 505, yang konon keluaran tahun 1983, lebih nyaman dari keluaran tahun lainnya karena pernya lebih bagus. Lebih kunonya lagi pada jip Willys buatan Amerika itu, tidak ada yang lebih dicari-cari selain buatan tahun 1944. Konon karena rangka yang lebih ringan, kaki yang lebih fleksibel serta kuat karena dirancang untuk dikirim ke eropa dengan cara dilempar dari pesawat terbang dengan parasut dan perbandingan roda gigi lebih simultan.

Buat perokok, tentu kenal Zippo, lighter 'mak-cekling' made in usa. Konon yang pantatnya rata tanpa cekungan dengan kode romawi II dan berbahan kuningan, paling nyaring suaranya. Lebih cepat dingin pula setelah dinyalakan. Tidak membuat pangkal paha kepanasan ketika dikantungi kembali.

Terakhir yang baru tahu, mereka yang bergerak di bidang publishing tentu kenal Heidelberg si mesin cetak. Seri 1 warna ukuran kecil 48-52cm, di awal 1990an sempat memproduksi mesin cetak entry level tersebut dengan sistem rol air logam. Mesin cetak bekerja dengan memerlukan air sebagai sarana 'pelepas' tinta dari plat lalu ke rol karet ke atas kertas. Kebanyakan menggunakan rol air berbahan fabric untuk menyerap air. Kalau kondisinya bagus, cetakan bisa rata tapi begitu daya serap fabricnya sudah tidak rata, hasil cetak akan tidak rata pula. Bisa 'peyang'/botak atau 'ngemblog'/tebal. Rol air logam lebih bagus, karena air diperlakukan seperti tinta yang diratakan terlebih dulu 'pengambilan'nya melalui beberapa silinder logam. Tentunya harga mesin akan lebih mahal karena melibatkan lebih banyak 'rol' yang membutuhkan sistem mekanisme kerja yang lebih rumit. Untuk mesin cetak entry level 1 warna, kebanyakan menggunakan rol fabric. Ketika ada yang menggunakan rol logam, yang konon cuma dijual di eropa, menjadikannya barang spesial di sini.

Ternyata tidak hanya barang, 'produk' manusia juga memiliki fenomena serupa. Untuk yang mengamati, ada angkatan/lichting tahun tertentu lulusan akademi militeris di Magelang sana yang lebih menonjol dibandingkan lichting lainnya, dalam artian lichting tersebut banyak yang mencapai puncak-puncak karir atau kepemimpinan Nasional. Di kampus-kampus sipilis juga tidak jarang terdengar selentingan-selentingan serupa. Untuk kampus calon pamong di Sumedang sini, mungkin lichting yang paling spesial adalah yang paling banyak membuat lichting juniornya mati. Apalagi yang bisa membuat warga sekitar kampus ikut mati juga.

Tuesday, October 23, 2007

Kagum

Walaupun satu rumpun sama ribuan bahkan jutaan orang yang kemarin mudik ke arah timur Jawa, ada satu falsafah jawa yang sulit saya terapkan. Namanya ojo gumun, jangan mudah kagum. Entah kenapa mbah-mbah dulu mengatur begitu. Mungkin kagum identik mangap lalu lalat bisa nyelonong masuk menularkan kolera.

Saya mudah sekali kagum, utamanya terhadap sesuatu yang saya pasti tidak kapabel. Sebaliknya saya akan sangat menyepelekan dan menganggap enteng segala sesuatu yang saya pasti bisa atau kelihatannya saya bisa.

Paling gampang, tiap buka situs pertemanan terkenal itu, saya selalu terkagum-kagum dengan foto kawan yang berlatar belakang negeri seberang. Terus terang, sudah banyak usaha saya untuk bisa ke luar negeri tapi sejauh ini kok gagal semua. Saya kagum sama kawan yang berangkat untuk kuliah ataupun kerja. Pada yang berangkat atas biaya bapak moyangnya, saya juga kagum, bapak saya yang sering wira-wiri 4 benua (rasanya belum pernah berangkat ke Afrika), perginya pasti 'Abidin' jadi walaupun dulu belum jaman KPK atau Timtastipikor, tidak sudi nenteng anak-cucu ikut berangkat. Belum lagi sekarang sudah pangsun. Yang berangkat dengan ongkos mertua pun saya kagumi, bukan kenapa-kenapa, saya sudah coba pilih mertua yang sering mundar-mandir luar negeri, tapi yang mbuntut tetap cuma anaknya. Mantunya sih tidak katut.

Saya juga sering kagum juga sama kawan yang gajinya 7 digit rupiah tapi bisa nyicil mobil idaman saya si Livina the Innova killer itu. Itung-itungan saya yang gajinya kadang sampai 8 digit saja tidak berani. Tempat kerja saya, bosnya juga tidak berani cicil mobil baru, takut ada pengeluaran tidak terduga. Bos tempat saya kerja itu juga tidak mampu berangkat ke luar negeri. Sayang duit katanya, mending buat investasi lain. (nah apalagi memberangkatkan karyawan ke luar negeri). Beginilah nasib kerja mem'bos'i diri sendiri.

Terakhir ketika bekerja di sebuah perusahaan teknologi informasi, saya terkagum-kagum pada supervisor kiriman pusat yang umurnya kira-kira 10 tahun lebih muda dari saya. Ia sanggup menjual produk yang sistemnya revenue bulanan, sebesar Rp.30.juta tiap bulannya. Atau Rp.360.juta tiap tahunnya. Sementara saya selama 3 bulan bekerja, hanya bisa menjual lebih kurang Rp.150.ribu saja dari 3 pelanggan kelas personal. Gak bakat.

Paling akhir saya sedang kagum sama Dhani Ahmad pentolan grup musik Dewa itu. Dari dulu saya yakin dia ini jenius di bidangnya. Terlebih mencipta lagu. Dulu saya pernah mencoba bikin lagu, dalam rangka lomba cipta lagu remaja. Temanya JJS atau jalan-jalan sore. Tetangga saya sampai hari ini, 18 atau 19 tahun setelahnya, masih sering mentertawakan karya saya tersebut, tapi herannya dia ingat sampai lirik-liriknya. Mungkin diam-diam dia suka.

Back to Dhani Ahmad, orang ini kok bisa ya, tetap bikin lagu-lagu bagus sementara hidupnya sedang banyak konflik. Saya untuk iseng tulis blog saja harus benar-benar pikiran bening, itupun hasilnya ramutu. Begitu ada kerjaan mendesak, boro-boro ingin tulis blog, ajakan ngobrol istri saja kadang tidak tertanggapi. Ajakan yang lain biasanya masih ditanggapi. Nge-blog biasanya iseng begitu kurang proyek seperti saat ini. Begitu terlalu lama kurang proyek, tidak akan tulis blog. Stres. Itu sebabnya saya kagum sama pemilik blog-blog yang berurut di tepi kanan halaman muka blog ini. Mereka orang-orang kerja 'beneran' dengan tingkat kesulitan kerja yang bukan mudah tapi masih sempat bikin blog yang bermutu.

Tidak macam blog ini.